Keberhasilan peran Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam pengelolaan minyak dan gas bumi (migas) selalu menarik perhatian para peneliti. Senin, 6 Nopember 2017 dosen dan peneliti Fisipol Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, sekaligus peneliti dari Norwegia dan Kanada yang berlatar belakang fakultas geografi berkunjung ke Pemkab Bojonegoro dalam rangka diskusi tentang Peran Kebijakan Daerah Kabupaten Bojonegoro dalam Mengelola Minyak dan Gas Bumi, bertempat di Productive Room Gedung Pemkab Bojonegoro lantai 7.

       Diskusi yang dipimpin langsung oleh Bupati Bojonegoro Drs. H. Suyoto, M.Si tersebut, dihadiri oleh beberapa pimpinan SKPD dan NGO diantaranya dari Bojonegoro Institute (BI). Dalam diskusi tersebut Kepala Dinas Kominfo menyediakan materi tentang manajemen pembangunan berbasis partisipatif, Kepala Bapenda menyediakan materi tentang transparansi migas dan ADD migas, Kepala BPKAD menyiapkan materi tentang penyertaan modal dan dana abadi migas, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja menyiapkan materi tentang perda konten lokal, Kepala Bappeda menyiapkan materi tentang forum CSR, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup menyediakan materi tentang tata kelola lingkungan.

       Beberapa hal yang dibahas pada diskusi tersebut, diantaranya bahwa terdapat sebuah paradoks yang terkenal tentang sumber daya extraktif yang mana Exploitasi Sumberdaya Extraktif Selalu Membawa Kutukan, Kutukan Sumberdaya alam. Kutukan itu adalah kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan rendahnya daya tahan hubungan sosial dan pemerintahan.

       Kepala Dinas Kominfo Kusnandaka Tjatur P menambahkan bahwa terkait informasi publik tentang bagi hasil migas disampaikan kepada publik dalam dua bentuk yaitu poster-poster yang dipasang di masing-masing desa dan melalui dukungan IT (website) diantaranya menerangkan besaran jumlah dan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD).

       Agus Supriyanto, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja menyampaikan bahwa cara yang dipakai oleh Pemkab Bojonegoro untuk melawan kutukan sumberdaya alam tersebut adalah dengan menerbitkan Perda Kab. Bojonegoro Nomor 23 Tahun 2011 yang pada prinsipnya adalah perda tentang konten lokal supaya dalam explorasi migas memberikan manfaat bagi masyarakat Bojonegoro, tidak menjadi penonton dan tidak menjadi korban di daerahnya sendiri. Perda ini terinspirasi pada beberapa fakta bahwa di negara-negara yang dilakukan explorasi migas, pada pra dan pasca explorasi PDRB tidak naik / tetap, masyarakatnya tetap miskin, bahkan terjadi kerusakan alam. Perda Nomor 23 Tahun 2011 tentang konten lokal spiritnya untuk melindungi lokal supaya tidak menjadi penonton dan sebagai pagar sosial sehingga lokal tidak menghambat atau melakukan pengrusakan terhadap industri migas.

      Wawan, dosen dan peneliti Fisipol UGM Yogyakarta menjelaskan bahwa peneliti-peneliti tersebut berasal dari Norwegian University of Science and Technology (NTNU), fakultas geografi. Mereka sangat tertarik untuk mengkaji persoalan-persoalan yang berhubungan dengan bagaimana sumberdaya alam, industri extractive (migas) bisa dipahami, dikelola untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Norway, negara asal para peneliti itu adalah salah satu negara paling kaya di dunia karena minyak, dan Norwegia menjadi salah satu contoh baik pengelolaan sumber daya alam.

Kang Yoto, Bupati Bojonegoro menyatakan bahwa Bojonegoro telah belajar dari beberapa daerah lain penghasil migas di Indonesia tentang kutukan sumberdaya alam terutama dalam explorasi migas. “Bojonegoro juga belajar dari Norway sebab dalam perspektif Bojonegoro, Norway memiliki pengalaman yang baik tentang bagaimana mengelola kutukan dan keluar/lepas dari kutukan itu, bahkan menjadikannya suatu anugrah”, terang Kang Yoto. Menurut Beliau (Kang Yoto), Bojonegoro berkeyakinan tidak ada daerah miskin, yang ada hanya daerah yang salah manajemen. (Nuty/Dinkominfo)


By Admin
Dibuat tanggal 08-11-2017
472 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
79 %
Puas
7 %
Cukup Puas
0 %
Tidak Puas
14 %