Terpilihnya Kabupaten Bojonegoro sebagai salah satu dari 25 Kabupaten/Kota dalam Gerakan Menuju 100 Smart City sejak tahun 2017 dan juga sebagai wakil Indonesia di tingkat internasional dalam ajang Open Government Partnership (OGP) sejak tahun 2016 menjadi magnet tersendiri bagi banyak pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota di Indonesia untuk manjadikannya tujuan belajar dan contoh baik dalam pelaksanaan pemerintahan terbuka dan secara khusus untuk penerapan teknologi informasi dan komunikasi.

       Kesempatan kali ini, Pemkab Kotawaringin Provinsi Kalimantan Tengah berkunjung ke Pemkab Bojonegoro dalam rangka studi tiru terkait perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Smart City untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Rombongan sejumlah 13 orang yang terdiri dari Kepala Dinas Kominfo Kab. Kotawaringin bersama 3 orang staf, 2 orang dari Sekretariat Daerah, 5 orang Anggota DPRD Komisi IV, dan 2 orang dari Sekretariat DPRD tersebut diterima oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, Djoko Lukito, S.Sos, MM di ruang Co Creating Gedung Pemkab Bojonegoro Lantai 2, didampingi oleh Sekretaris Dinas Kominfo bersama jajaran, Kamis 15 Maret 2018.

       Asisten Pemerintahan dan Kesra, Djoko Lukito, S.Sos, MM dalam sambutannya menyampaikan, keinginan meningkatkan mutu pelayanan dan mempercepat layanan bagi masyarakat merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kominfo membuat program Smart City. Djoko Lukito juga memperkenalkan secara singkat tentang Bojonegoro yang memiliki luas 235.000 Ha ( 40,15% wilayah hutan Negara, 32,58% lahan sawah,  22,42% adalah tanah kering dan sisa nya 4,85% adalah perkebunan dan lain-lain). Terdiri dari 28 Kecamatan, 419 Desa 11 Kelurahan, dengan Jumlah penduduk 1.298.551 jiwa, dan 644.303 berkecimpung di sektor pertanian. Sejak dahulu Kabupaten Bojonegoro memiliki tantanga banjir dan kekeringan, tanah gerak yang menyebabkan Infrastruktur dan jalan rentan rusak, serta memiliki sejarah panjang dalam kemiskinan (endemic poverty). “Banjir adalah berkah untuk Bojonegoro, bahkan kalau banjir datang kita pasang spanduk Selamat Datang Banjir, dan menjadikannya sebagai wisata banjir”, kata Djoko Lukito.

       Djoko Lukito juga menjelaskan bahwa saat ini produksi minyak sampai pada puncaknya. Lifting minyak di Indonesia pada saat ini 25% berasal dari Bojonegoro. Potensi gas juga besar dan mulai beroperasi di Jambaran Tiung Biru. Namun senyatanya minyak ini tidak menjanjikan karena pada faktanya penerimaan anggaran dari migas tidak seperti hasilnya. Justru dengan adanya migas, kita yang di Pemkab dalam mengelola anggaran harus benar-benar selektif, karena penerimaan migas fluktuatif sekali. “Misalkan dalam Perpresnya ditetapkan 2 trilyun untuk bagi hasilnya ternyata realisasi dibawah 1 trilyun, itupun bisa dipotong lagi. Pengalaman pahit pernah mengalami gagal bayar beberapa kegiatan tahun lalu”, terang Djoko.

       Lebih lanjut Djoko Lukito menjelaskan, dengan segala latar belakang permasalahan di Bojonegoro kebijakan yang dipilih adalah pemerintah terbuka. Hal itu telah dimulai sejak awal kepemimpinan Bupati H. Suyoto. Tahun 2008-2010 dengan dialog, anjangsana, SMS, Facebook. Tahun 2010-2012 melalui radio, media cetak, kotak aduan. Tahun 2013 menerbitkan Perbup Nomor 30 Tahun 2013 tentang Manajemen Inovasi Pembangunan Berbasis Partisipasi Publik. Tahun 2014 menerapkan LAPOR, Sismon/Sispan, Open Data. Tahun 2015 dengan SIAP LAPOR, Tahun 2016 ditetapkan sebagai wakil Indonesia di tingkat internasional dalam OGP, dan Tahun 2017 diterbitkan Perbup Nomor 1 Tahun 2017 tentang Open Dokumen Kontrak. “Itulah sekilas tentang Bojonegoro, nanti terkait penerapan Smart City di Bojonegoro akan dijelaskan oleh Dinas Kominfo. Menteri PAN dan RB mengharapkan dari berbagai inovasi yang ada bisa menggunakan sistem ATM (amati, tiru, modifikasi) karena tidak mungkin sama antara wilayah yang satu dengan yang lain, terutama perbedaan kultur keterbukaan yang ada di Bojonegoro mungkin belum diterapkan secara penuh di daerah lain”, pungkas Djoko Lukito.

       Selanjutnya tentang pelaksanaan Smart City di Bojonegoro, Alit Saksama P, S.STP Kabid E-Gov menyampaikan bahwa banyak definisi tentang smart city. Pada beberapa kota besar di dunia mengutamakan ‘city-nya’ yang smart, kota yang pintar, dipenuhi dengan sensor-sensor, teknologi canggih, internet dan sebagainya sehingga memudahkan secara sistemik untuk melayani masyarakat di suatu kota. Smart City melingkupi Smart Governance, Smart Branding, Smart Economy, Smart Living, Smart Society, dan Smart Environment. Konsep smart city yang berkembang di Indonesia, sesuai dengan pendampingan dari Kementerian Kominfo, dan telah disampaikan oleh Menteri Kominfo bahwa aliran smart city di Indonesia tidak langsung menuju ke infrastruktur, lebih mengedepankan pelayanan yang lebih cepat, dan lebih murah. “Fokus pada pemindahan pelayanan konvensional ke dalam pelayanan secara elektronik sesuai kemampuan anggaran masing-masing daerah, karena jika ingin bersaing dengan negara-negara besar di dunia yang serba dikendalikan oleh teknologi maka gap-nya akan sangat jauh, akan lama terwujud”, terang Alit Saksama.

       Lebih lanjut Alit menyampaikan, awal terpilihnya Bojonegoro dalam program menuju 100 Smart City, sebelumnya tidak memiliki perencanaan anggaran yang langsung dipersiapkan untuk pelaksanaan pendampingan Smart City. Program tersebut muncul di bulan Maret 2017, yang mana jelas APBD 2017 telah disahkan bulan Desember 2016. Terpilihnya Bojonegoro karena Bojonegoro telah tergabung dalam OGP internasional, dan telah menganut sistem keterbukaan pemerintah sejak tahun 2008. Sesuai MoU dengan Kementerian Kominfo, pertama, daerah terpilih wajib membentuk menyusun kelembagaan smart city, yang terdiri dari SKPD terkait, akademisi, pebisnis dan NGO. Menurut Alit, untuk Kotawaringin sudah siap dan bagus karena dukungan dari DPRD sudah siap. Kedua, adalah pelaksanaan pendampingan sebanyak 4 kali yang mana membutuhkan anggaran bimtek termasuk untuk honor narasumber dari Kementerian Kominfo. Fokus pendampingan itu adalah penyusunan Master Plan Smart City. Didalamnya ada analisis-analisis, road map pengembangan smart city di daerah 5-10 tahun mendatang. Harapan dari penyusunan master plan tersebut adalah pengintegrasian kedalam RPJMD, namun proses itu di Bojonegoro masih menunggu program-program/ janji-janji politik Bupati Bojonegoro terpilih nanti sekitar bulan September 2018. (Nuty/Dinkominfo)


By Admin
Dibuat tanggal 18-03-2018
330 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
79 %
Puas
7 %
Cukup Puas
0 %
Tidak Puas
14 %