Dinas Komunikasi dan Informatika selenggarakan Forum Group Discussion (FGD) bersama NGO (Non Government Organization) IdFOS, Bojonegoro Institute (BI), dan Sinergantara, Senin, 22 Agustus 2016 di Aula Dinas Kominfo. FGD tersebut mempunyai dua agenda yaitu perbaikan rencana aksi dan penyempurnaan dokumen OGP yang nantinya akan diterjemahkan dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Kepala Dinas Kominfo, Kusnandaka Tjatur P, menyampaikan bahwa dokumen OGP sebelumnya telah dilakukan evaluasi/masukan oleh Seknas OGI (Open Government Indonesia). Evaluasi tersebut sangat diharapkan oleh Pemkab Bojonegoro terutama terkait mekanisme komunikasi dengan bahasa internasional pada taraf internasional sehingga bahasa dan gaya bahasa yang dipakai dapat menjadi daya tarik dari sudut pandang dunia internasional, dan hal ini menjadi beban Indonesia, bukan hanya beban Bojonegoro. Kusnandaka Tjatur P juga menyampaikan bahwa sebelumnya mendapat masukan dari Sugeng Bahagijo (NGO Infid) agar menguatkan dari sisi metodologi, bagaimana proses membuat rencana aksi berikut tahapan-tahapannya, seperti dicontohkan oleh Sugeng Bahagijo yaitu rencana aksi yang dibuat oleh negara Perancis.
Selanjutnya masukan awal disampaikan oleh Direktur Utama IDFoS, Ahmad Taufiq bahwa terdapat dua hal penting yang diusulkan dalam rencana aksi OGP yaitu pelayanan publik dengan fokus bidang kesehatan dan penguatan tentang pola pemerintahan serta perangkat desa. Ahmad Taufiq menyatakan bahwa terkait dengan peningkatan partisipasi masyarakat yang fokusnya ke penguatan layanan publik telah tercantum dalam dokumen rencana aksi yang salah satu penanggung jawabnya adalah NGO sebagaimana dijelaskan pada halaman 25 yaitu promotion draft keterlibatan masyarakat dalam tata kelola pelayanan kesehatan di masyarakat. Namun di indikator keberhasilan tahun 2017 Ahmad Taufiq menyampaikan bahwa dirinya belum menangkap substansi yang dahulu diusulkan tentang indeks maklumat layanan, karena yang muncul dalam indikator tersebut adalah lebih pada IKM, belum ke indeks maklumat pelayanan, padahal substansi pelayanan publik adalah pada indeks maklumat pelayanan tersebut karena dalam penyusunan indeks layanan diterapkan nilai-nilai inovasi, transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.
Berikutnya Joko Purwanto, Direktur Bojonegoro Institute menambahkan terkait keharusan adanya indeks maklumat pelayanan (IMP), karena dalam indeks tersebut mengukur beberapa dimensi salah satunya partisipasi. Bahwa IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) lebih pada dampak/hasil dari pelayanan, sedangkan pada IMP mencakup proses, merencanakan sampai dengan implementasi pelayanan, ini merupakan alat ukur IMP, bagaimana tingkat partisipasi terukur. Selanjutnya AW Saiful Huda dari Bojonegoro Institute juga menambahkan bahwa hasil pembahasan dengan Tim Bappenas tahun lalu di Bojonegoro terdapat 6 isu yang mana Bojonegoro Institute berkonsentrasi pada 3 isu yaitu pembangunan desa, transparansi anggaran dan revolusi data sehingga dari tiang 3 isu tersebut Bojonegoro Institute telah membuat kajian tentang point-point yang bisa diinisiasi dan dibangun di Bojonegoro. Bahwa salah satunya, terkait isu pembangunan desa adalah bagaimana open government langsung dirasakan oleh masyarakat Bojonegoro secara luas, dengan indikator yang sederhana misal sebelum ada OGP masyarakat tidak mengetahui APBDes, tapi setelah adanya OGP masyarakat menjadi tahu.
Ilham Cendekia dari NGO Sinergantara yang hadir langsung dari Bandung juga memberikan masukan bahwa terkait pembangunan satu data yang telah diawali dengan satu peta yang dibuat oleh BIG. Bahwa di Bojonegoro terkait dengan pembangunan satu data di Bojonegoro telah memiliki konsep yang jelas dibandingkan secara nasional yang masih mencari proses. Konsep Bojonegoro dalam membuat satu basis data melalui revolusi data adalah lebih riil seperti telah dilakukan melalui input aplikasi data Dasa Wisma dan Sinergantara siap menyumbang satu model metode penyusunan satu data.
Menanggapi berbagai masukan tersebut Kusnandaka Tjatur P, menjelaskan bahwa terkait pembuatan maklumat pelayanan publik bidang kesehatan yang pada intinya masyarakat terlibat langsung dari mekanisme perencanaan, membuat SOP , sampai pada hasil tindak lanjutnya, telah disebutkan di dalam draft yang dibuat oleh Pemkab Bojonegoro. Dalam draft dokumen sebelum evaluasi telah disebutkan terkait perumusan draft keterlibatan masyarakat dalam tata kelola pelayanan masyarakat, yang masuk dalam target tahun 2016. Kemudian di target tahun 2017 adalah penetapan regulasi dan implementasi keterlibatan masyarakat. Namun dari evaluasi Seknas OGI hal tersebut dihilangkan, karena dalam sudut pandang Seknas OGI bahwa jika telah dilaksanakan survey IKM dan masyarakat telah puas maka secara keseluruhan cukup terbatas pada hal tersebut. Padahal yang diinginkan oleh Pemkab dan NGO dan telah disdikusikan dengan Seknas OGI bahwa semua indeks benar-benar terukur. Selanjutnya juga disampaikan tentang perumusan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur karena permasalahan yang paling banyak menjadi topik di Bojonegoro adalah infrastruktur. (Nuty/Dinkominfo)
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sangat Puas
74 % |
Puas
11 % |
Cukup Puas
5 % |
Tidak Puas
11 % |