Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus memfasilitasi SKPD-SKPD maupun organisasi atau lembaga lainnya yang ingin berbagi informasi dan pengetahuan demi memberikan pemahaman yang benar dan menyeluruh kepada masyarakat Bojonegoro. Edisi kali ini, Selasa (8/01/2019) Dinas Peternakan dan Perikanan (Nakkan) Kabupaten Bojonegoro dengan program Puskeswan GOL (Go On Air Lek) yang disiarkan langsung setiap 2 minggu sekali pada hari selasa memberikan pencerahan kepada mitra setia Malowopati FM dengan mengambil tema ‘Gangguan Reproduksi pada Sapi Betina Produktif’.

Nasruli Chusna, penyiar Malowopati FM yang memandu Puskeswan GOL menyampaikan bahwa siaran live tersebut juga bisa diikuti melalui live facebook dengan nama akun ‘mitra malowopati’ yang saat itu sebanyak 7 netizen sudah bergabung. Mitra Setia Malowopati FM bisa menikmati pula streaming radio melalui aplikasi android radiomalowopati.online. Masyarakat bisa belajar ternak sapi melalui online radio.

Narasumber dari Dinas Nakkan drh. Viki Mustofa menjelaskan tema kali ini sangat penting khusunya bagi peternak yang memiliki sapi betina usia kurang lebih 20 bulan. Selain itu dijelaskan oleh narasumber berikutnya, Hendri bahwa kendala yang sering muncul adalah masalah gangguan reproduksi, karena semua peternak sapi betina tujuan utamanya untuk mendapatkan anakan (pedet), untuk pengembangbiakan, harus ada perhitungan keuntungan yang tepat.

Sementara itu drh. Lailatul Muqmiroh, yang juga koordinator iSIKHNAS (integrated Sistem Kesehatan Hewan Nasional) Bojonegoro, menjelaskan bahwa setelah sapi betina dewasa akan mengalami siklus birahi yang secara normal akan berlangsung selama 18-21 hari. Setelah siklus birahi umumnya sapi akan dikawinkan atau kawin alami. Setelah tahap itu selanjutnya adalah bunting, melahirkan, menyusui, penyapihan, lalu kembali ke siklus kawin lagi yang mana ini sebuah lingkaran yang diharapkan akan berlangsung selama 12 bulan. Sehingga diharapkan setiap 12 bulan sapi betina bisa melahirkan 1 ekor anak dengan perhitungan ekonomis dapat memberikan keuntungan pada peternak.

Permasalahan umum di Bojonegoro, sebagian besar siklus reproduksi sapi betina tersebut terjadi lebih dari 12 bulan. Beberapa hal yang harus diperhatikan tentang siklus melebihi 12 bulan atau biasa disebut ‘calving interfal’ tersebut, yang pertama, jika sapi dara berumur 2 tahun namun belum memperlihatkan gejala birahi maka kita harus curiga bahwa sapi dara tersebut akan mengalami gangguan reproduksi. Kedua, sapi dara atau indukan yang sudah pernah dikawinkan atau inseminasi buatan (IB) minimal 2 kali tapi tidak kunjung bunting maka harus diwaspadai mengalami gangguan reproduksi. Ketiga, jika sapi betina tetap mengalami siklus birahi namun jaraknya tidak normal melebihi/kurang dari range normal 18-21 hari maka harus diwaspadai. Keempat, jika sapi-sapi indukan setelah melahirkan pada usia 50 hari setelah melahirkan belum menunjukkan gejala birahi maka juga harus diwaspadai.

Lebih lanjut drh. Lailatul menghimbau kepada semua peternak sapi betina, jika mengalami gangguan-gangguan tersebut agar segera melaporkan dan memeriksakan kepada petugas teknis peternakan yang ada di masing-masing kecamatan. Keberhasilan Dinas Nakkan di tahun 2018 adalah melaksanakan pemeriksaan gangguan reproduksi di 27 kecamatan, yang tidak adalah kecamatan Baureno karena populasi betina sedikit. Pendanaan kegiatan tersebut dari APBD (untuk pemeriksaan 750 ekor akseptor betina) dan APBN (4.400 ekor akseptor). Sehingga total 5.150 ekor akseptor betina yang mengalami gangguan reproduksi sudah ditangani. Paling tinggi jumlah kasus yang paling banyak dijumpai dari jumlah tersebut adalah ‘Silent Heat’ atau Birahi Tenang. Kasus kedua, adalah kawin berulang, dan ketiga adalah hipo fungsi ovarium dan radang dinding rahim (endo metritis).

Jumlah kasus gangguan reproduksi sebanyak 5.150 tersebut menurut Hendri, pada realitanya seperti gunung es, jumlah itu hanya yang nampak di permukaan karena kemampuan penanganan terbatasi anggaran dan SDM. Namun efek positif penanganan sejumlah kasus tersebut, populasi sapi di Bojonegoro tahun 2018 cukup tinggi mencapai 230 ribu ekor. Hendri juga menekankan, sesuai Permentan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 18 ayat (4), bahwa setiap orang dilarang memotong hewan produktif, dan pada pasal 86 juga mengatur hukuman pidana bagi yang melanggar (memotong tanpa ijin/menyalahi aturan) bisa dihukum penjara minimal 1 tahun, maksimal 3 tahun dengan denda 100-300 juta rupiah. Bagi pemilik sapi betina yang ingin memotong sapinya maka harus menghubungi dokter hewan setempat yang akan memeriksa dan mengeluarkan SKSR (Surat Keterangan Status Reproduksi), sehingga legal untuk dipotong. (Nuty/Dinkominfo)


By Admin
Dibuat tanggal 08-01-2019
587 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
76 %
Puas
6 %
Cukup Puas
6 %
Tidak Puas
12 %