Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) menyelenggaraan Focus Discussion Group (FGD) dalam rangka penajaman Masterplan Smart City Kabupaten Bojonegoro Tahun 2018-2023, Selasa (07/05/2019) bertempat di co-creating room Gedung Pemkab Bojonegoro lantai 2. FGD tersebut dipimpin oleh Kepala Dinkominfo Kusnandaka Tjatur P dan diikuti oleh Bidang Layanan E-Government, Bidang Teknologi Informasi Komunikasi, Ketua Dewan TIK, unsur dari Bappeda, Kabag Ortala, beberapa unsur SKPD lainnya, serta Tim Pendamping penyusunan Masterplan Smart City dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) yang dipimpin oleh Tony Dwi Susanto, Ph.D. (ITIL, COBIT, TOGAF).

Kepala Dinkominfo, Kusnandaka Tjatur P dalam pembukanya menyampaikan FGD tersebut dalam rangka menajamkan beberapa dokumen yang dibuat oleh ITS dengan goalnya adalah masterplan yang menjadi salah satu prasyarat yang harus ada di dalam mekanisme sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Dokumen yang disusun tersebut inline dengan RPJMD Kab. Bojonegoro Tahun 2018-2023. Sehingga apa yang menjadi target-target di dalam RPJMD bisa menjadi satu kesatuan yang menjadi target di dalam SPBE. Untuk SPBE, terkait target di RPJMD, itu menjadi salah satu indikator target kinerja utama. “Jadi untuk kinerja utama terkait pengembangan Smart City, disana kita bunyikan Peningkatan Indeks SPBE. Berdasar hasil evaluasi SPBE oleh Kemen PAN RB beberapa waktu lalu, Bojonegoro menempati index 2,62. Angka itu masuk range 2,6-3,5 yang diintepretasikan baik, dan jumlah kabupaten se Indonesia yang kategori Baik hanya 8%, lainnya masih kategori kurang”, ungkapnya.

Kusnandaka juga berharap kedepan nanti dari evaluasi SPBE sudah muncul rekomendasi. Dari total 37 indikator, sudah dilakukan assesment dengan SWOT, ternyata setelah dilihat, dengan nilai 3 sudah dikategorikan sebagai kekuatan dan ini jumlahnya baru 3 item. Kekurangan Bojonegoro adalah masterplan belum dituangkan dalam regulasi/peraturan perundang-undangan. Berikutnya di dalam masterplan itu belum tergambar tegas/jelas bagaimana keterkaitan antar SKPD. “Harapan kami semua yang menjadi assesment yang ada di SPBE tersebut nantinya menjadi bagian yang terdokumentasikan di dalam masterplan, sehingga rekomendasi yang ada memunculkan strategi dengan kategori yang sudah dan baru akan dilakukan. Inilah nanti yang bisa inline dengan masterplan, sehingga nanti bisa terjadwal kapan dilakukan itu semua. Tentunya itu nanti akan terbagi mulai tahun 2019-2022 melakukan apa sampai puncaknya tahun 2023. Di tahun 2022 tema dari RPJMD intinya pelayanan berbasis smart city, dan di tahun 2022 sudah harus ada sesuatu yang menunjukkan perubahan”, terangnya.

Kusnandaka juga berharap kepada tim dari Bappeda nantinya benar-benar bisa mengiriskan hal-hal yang telah dibahas pada pendampingan beberapa waktu lalu untuk memberikan masukan-masukan sehingga bisa linier dengan RPJMD. Dan untuk tim dari Bagian Ortala Setda nantinya dapat merumuskan target-target yang telah ter-brake down secara top down yaitu target di dalam perjanjian kinerja dan sekaligus nanti menjadi bagian capaian yang dituangkan dalam SAKIP. Kusnandaka juga meminta kepada Dewan TIK untuk memberikan masukan-masukan teknisnya untuk interoperabilitas antar kegiatan dan penunjang. “Bahwa semua yang kita lakukan harus ada output dan outcome yang jelas. Hasil rapat dan evaluasi Dewan Riset Daerah (DRD) menyoroti terutama permasalahan kemiskinan (dengan target penurunan 2% per tahun), pendidikan dan kesehatan dengan memberikan dukungan tools teknologi informasi”, tegasnya.

Sementara untuk menyamakan persepsi semua peserta FGD, Tony Dwi Susanto, Ph.D. (ITIL, COBIT, TOGAF) memberikan pemahaman tentang smart city. Smart adalah kemampuan untuk mengambil keputusan/bereaksi yang cepat dan tepat bahkan antisipatif. Bojonegoro akan cerdas manakala bisa merespon apapun kebutuhan, permasalahan dengan cepat, tepat dan antisipatif. Idealnya smartcity harus memiliki indera-indera seperti sensor dan cctv yang akan memberikan informasi untuk direspon dengan otomatis,cepat, akurat dan antisipatif. Bojonegoro nanti disebut kota smart manakala kotanya inovatif secara layanan dan proses bisnis lebih cepat, Kata kunci kedua, smart city itu merespon, melayani kebutuhan saat ini dan masa depan, bukan hanya 5 tahun kedepan tetapi juga memikirkan untuk generasi mendatang, 10 tahun, 20 tahun mendatang. Ciri ketiga Bojonegoro disebut smart city atau smart regency manakala semua sistemnya terintegrasi, paling sederhana levelnya, nanti server-server terintegrasi ke Data Center Kominfo, database juga terintegrasi. Keempat, nanti harus pakai ICT (ada SID, Big Data) dan ciri kelima, manakala kualitas hidup masyarakat Bojonegoro lebih baik dan bahagia. Keenam, layanan harus lebih efisien, makin lama harus makin gratis. Ketujuh, Bojonegoro harus kompetitif dan sustainable. “Masterplan yang disusun bersama ITS telah mencakup 6 dimensi smart city dan saat ini Bojonegoro masih pada level pengembangan smart government, SPBE itu hanya salah satu dari 6 aspek smart city, masih ada 5 aspek lain yang harus dibangun. Bojonegoro seharusnya mulai membangun branding, penampilan, artinya bukan hanya gapura saja tapi bentuk bangunan dan lain-lain yang menandakan ciri khas Bojonegoro. Penguatan bisnis juga harus dilakukan dengan memperkuat produk lokal. Masterplan tidak akan jalan kalau kita tidak tahu filosofinya. Kecepatan untuk menjadi smart city pertama dipengaruhi oleh manusianya dulu. Manusianya harus cerdas, inovatif”, terang Tony. (Nuty/Dinkominfo)


By Admin
Dibuat tanggal 09-05-2019
301 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
76 %
Puas
6 %
Cukup Puas
6 %
Tidak Puas
12 %