Ombudsman RI menyampaikan pernyataan positif terkait pemberian hak akses verifikasi data kependudukan. Ombudsman telah melakukan pertemuan dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri, di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (24/7/2019). Dalam pertemuan tersebut Ombudsman diwakili oleh Alvin Lie dan Ahmad Su’aidi, sedangkan dari Ditjen Dukcapil ada Dirjen Dukcapil Kemendagri Prof. Zudan Arif Fakrulloh, beserta jajaran pejabat Eselon II hingga staff.
Ombudsman RI menilai bahwa pemberian hak akses verifikasi data kependudukan milik Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri kepada lembaga swasta clean dan safety.
Alvin mengakui selama ini terdapat kesalahpahaman yang beredar di masyarakat bahwa swasta mendapatkan hak akses data pribadi. Padahal, yang ada hanyalah hak akses verifikasi data sehingga tidak ada praktik inkonstitusional apapun. “Selama ini yang beredar ini kan akses data. Tapi sebenarnya yang ada itu akses untuk verifikasi, meriksa kebenaran dan keabsahan data dalam rangka melindungi para pengguna layanan ini (dari identitas palsu),” kata Alvin Lie kepada wartawan usai pertemuan.
Kendati demikian, Alvin meminta agar aspek sekuritas data tersebut tetap diperhatikan. Bisa saja, seiring dengan berkembangnya waktu dan teknologi, apa yang saat ini aman menjadi tidak aman di kemudian hari. “Kita sepakat bahwa tetap harus meningkatkan pengawasan karena teknologi ini kan terus berkembang. Yang hari ini aman, besok bisa tidak aman,” ujar Alvin Lie.
Sementara Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menegaskan bahwa aspek sekuritas data memang sangat diperhatikan pihaknya. Sebab, pihaknya tidak sembarangan kala memberikan hak akses tersebut. “Yang mengakses itu ada passwordnya kan, kita tahu siapa sedang mengambil data siapa,” tegas Zudan. Selain itu, pemberian hak akses tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan lembaga pengguna. Untuk keperluan bisnis dan swasta misalnya, umumnya hanya diberi akses hingga data KTP-elnya saja.
“Lembaga-lembaga tertentu hanya data KTP-el. Kalo KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sampai (data) tanda tangan karena untuk penyocokan tanda tangan buku rekening (bank). Kemudian untuk Polri, dia sampai foto sidik jari karena untuk penegakan hukum dan pencegahan kriminal,” jelas Zudan.
Menurut Zudan, sesuai UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk, data kependudukan dibagi menjadi dua, yaitu data perseorangan dan data pribadi. Apa yang boleh diakses lembaga adalah data perseorangan yang menyangkut nama, alamat, serta tempat dan tanggal lahir. Sedangkan akses pada data pribadi yang menyangkut riwayat cacat dan aib tidak diberikan. “Kita bedakan. Data itu ada dua, data perseorangan dan data pribadi. Data pribadi itu yang ada cacatnya aibnya itu gak boleh dibuka,” pungkas Zudan. (Sumber : kominfo.go.id)
Pernyataan Ombudsman RI tersebut senada dengan harapan yang ditekankan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kabupaten Bojonegoro, Djoko Lukito, S.Sos, MM saat pembahasan terkait pemanfaatan data KTP elektronik di ruang kerjanya Gedung Pemkab Bojonegoro lantai 6, Jum’at (14/06/2019) yang lalu. Beliau sangat berharap agar dari Dinas Dukcapil tidak hanya sekedar pelayanan bagaimana menerbitkan KK, KTP, KIA, dan akte-akte yang lain, tetapi bagaimana bisa untuk data itu dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas dalam rangka pelayanan. Jadi jangan hanya dibatasi pada fungsi pelayanan administrasi kependudukan saja, tidak hanya pengeluaran dokumen kependudukan saja, tetapi dalam bentuk pemanfaatan data. “Tolong Dukcapil, ini menjadi perhatian kita semua. Tanpa itu, Big Data yang basisnya data kependudukan tidak akan tercapai kalau tidak dilakukan segera”, tegasnya saat itu. (Nuty/Dinkominfo)
Sangat Puas
76 % |
Puas
6 % |
Cukup Puas
6 % |
Tidak Puas
12 % |