Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro terus memantapkan kesiagaan dan kesiapan dalam rangka mengantisipasi dan menanggulangi bencana banjir, tanah longsor dan angin kencang (putting beliung) termasuk penanganan pasca bencana di wilayah Kabupaten Bojonegoro diantaranya melalui kenaikan jumlah nominal bantuan untuk korban bencana. Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah diselenggarakan Rakor Penanggulangan Bencana Banjir, Tanah Longsor dan Angin Kencang, Kamis (05/12/2019) bertempat di kantor BPBD.
Rakor tersebut dipimping langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bojonegoro dan diikuti oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, Staf Ahli, perwakilan Polres Bojonegoro, perwakilan Kodim 0813, dan perwakilan beberapa OPD terkait diantaranya Dinas Komunikasi dan Informatika, serta relawan dan organisasi terkait.
Dasar pelaksanaan Rakor diantaranya UU Nomor 24 Tahun 2007, Permendagri Nomor 46 Tahun 2008, Perda Kab Bojonegoro Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Bencana di Kabupaten Bojonegoro. Maksud dan tujuan rakor yang pertama adalah untuk mempersiapkan secara dini setiap OPD dan Kecamatan dalam menghadapi bencana baik dari segi personil dan peralatan sehingga saat terjadi bencana dapat melaksanakan kegiatan penanggulangan secara cepat, sistematis, terarah dan terpadu sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Kedua, untuk memberikan kesamaan visi dan langkah yang cepat dalam rangka kesiapsiagaan dini menghadapi bencana. Ketiga, sebagai upaya untuk mengurangi resiko bencana.
Ibu Sekda Bojonegoro Dra. Nurul Azizah, MM dalam arahannya menyampaikan bahwa rakor tersebut mempunyai makna yang penting karena tanggal 9 dan 11 Nopember lalu di Bojonegoro telah terjadi bencana angin puting beliung. Di dalam peristiwa bencana tersebut juga terjadi fenomena hujan es disertai angin kencang, ada beberapa rumah roboh, kabel listrik dan kabel komunikasi yang perlu perbaikan serta pohon besar yang butuh perhatian.
“Dari peristiwa tersebut, Ibu Bupati Bojonegoro telah memberikan bantuan kepada korban, bahkan di tanggal tersebut Beliau merubah terkait peraturan bupati yang dulunya untuk bantuan korban kategori ringan mendapat kenaikan dari 500 ribu menjadi 1 juta rupiah. Kategori sedang, dari 2,5 juta menjadi 5 juta”, terangnya.
Ibu Sekda juga menjelaskan hal baru dalam perubahan perbup tersebut, manakala rumah induk korban bencana hancur rata dengan tanah maka diberikan bantuan 15 juta rupiah. Yang dimaksud rumah induk adalah ketika rumah yang dimiliki hanya satu atau rumah bagian depan. Maksudnya jika yang roboh, rata dengan tanah adalah bagian belakang seperti dapur maka masuk kategori sedang dan mendapat bantuan 5 juta rupiah. Bantuan tersebut untuk meringankan beban korban bencana.
“Seiring dengan hal tersebut, terkait dengan pembangunan trotoar di Bojonegoro di beberapa lokasi dilakukan pemasangan/penggantian box culvert yang berdampak pada harus dipotongnya beberapa pohon yang rawan roboh. Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terdapat 324 pohon yang dipotong. Oleh karenanya harus dilakukan penanaman kembali pohon dengan jumlah lebih dari 324 pohon. Karena hal ini memang berhubungan dengan kenaikan suhu di Bojonegoro beberapa waktu lalu yang mencapai 44 derajat celcius, panas sekali”, ungkapnya.
Kenaikan suhu sangat tinggi di Bojonegoro tersebut disebabkan oleh beberapa sebab. Pertama, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Bojonegoro masih kurang, idealnya 20%. Tetapi RTH di Bojonegoro belum mencapai 20%. Kedua, karena Bojonegoro adalah daerah explorasi migas dengan produksi 220 ribu barel perhari. Ketiga, adalah karena pengaruh dari jumlah penduduk Bojonegoro yang saat ini 1,3 juta, setiap tahun juga meningkat dan berdampak pada naiknya jumlah timbunan sampah dimana jumlah fasilitas tempat pembuangan sampah juga masih terbatas, sehingga sampah cenderung dibuang di tempat yang tidak sesuai.
Lebih lanjut Ibu Sekda mengungkapkan data dari Polri bahwa Bojonegoro juga subur akan pertambahan kendaraan bermotor, satu bulan saja ada 500 unit kendaraan bermotor yang ada di Bojonegoro. “Bisa dibayangkan jika semua kendaraan itu menyala maka polutan pun tinggi sekali. Inipun juga termasuk bencana”, tandasnya. Dengan beberapa indikator itu, untuk OPD terkait harus ada eksekusi dalam pengelolaan lingkungan sebagaimana program Ibu Bupati yaitu di tahun 2020-2023 harus menanam 500 ribu pohon. Oleh karena itu kantor BPBD harus selalu terbuka.
Ibu Sekda juga menginformasikan tentang bencana yang dialami saat itu yaitu tercemarnya air Bengawan Solo dimana BOD dan COD menjadi tinggi melebihi baku mutu yang diakibatkan oleh aliran Bengawan Solo yang ada d hulu ternyata tercemar limbah tekstil yang terkirim hingga Bojonegoro. Dengan kondisi ini jika digunakan untuk keperluan air minum maka filterisasi maupun olahan dari PDAM harus lebih baik.
“Saya mohon dalam pelaksanaan bantuan bencana agar diberikan pelaporan yang tepat. Manakala akan ada suatu bantuan, tentunya dilaporkan kepada Ibu Bupati sehingga akan ada eksekusi pemberian bantuan. Termasuk beberapa kejadian setelah tanggal 10 dan 11 Nopember lalu belum dilaporkan secara detail. Beberapa kecamatan telah melaporkan dan kepada Asisten I telah diperintahkan melakukan rekap dan segera mengusulkan bantuan. Dengan ini nanti tidak lagi ada kesan bahwa di BPBD sulit mencari data, tidak terbuka 24 jam saat terjadi bencana, eksekusinya lambat. Maka sampaikan mana yang menjadi prioritas harus ditangani, sehingga petugas bisa eksekusi secara tepat”, pungkasnya. (Nuty/Dinkominfo)
Sangat Puas
75 % |
Puas
6 % |
Cukup Puas
6 % |
Tidak Puas
13 % |