Rangkaian Bimbingan Teknis secara daring bertajuk “Manajemen Risiko Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang diikuti Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Gedung Pusat Informasi Publik Bojonegoro, Kamis (09/07/2020) telah masuk pada sesi pemaparan hasil pengisian tabel Manajemen Resiko SPBE Pemkab Bojonegoro.
Pemaparan secara daring disampaikan oleh Kabid Layanan Egovernment Helmi Ali Fikri, S.STP, MM didampingi oleh Kasi Tata Kelola dan Pengembangan Ekosistem E-Government Johan Pundhy Lestari, MM. Helmi dalam paparan matrix resiko final terkait Identifikasi Sumber Risiko (Bisnis Proses/Hasil Evaluasi/Hasil Audit) menyampaikan beberapa hal.
Diantaranya pada sub sistem manajemen pemeliharaan infrastruktur pusat data dan jaringan, untuk jenis resiko terkait pengendalian jaringan internet dan intranet dimana ada penyebab terjadi perbedaan pembagian bandwith yang tidak merata. Hal ini berdampak pada penyediaan internet yang dirasakan kurang memadai dan terjadi pemborosan. Renaksi penanganan resiko yang dilakukan adalah assesment ulang penggunaan bandwith, pendampingan oleh konsultan, manajemen bandwith antara 3 provider yang dipakai. Dimana dengan renaksi tersebut telah menyelesaikan permasalahan.
Selanjutnya mengenai pengembangan infrastruktur teknologi informatika juga membahas standarisasi pembangunan, pengembangan, pemeliharan aplikasi SPBE juga terdapat beberapa jenis resiko. Diantaranya, OPD membangun aplikasi berbeda platfrom (desktop/web based/android) dengan bahasa pemrograman yang berbeda-beda pula sehingga sulit terintegrasi. “Renaksinya adalah perlu ada kebijakan dari Bupati dan mitigasi resiko kita anggarkan untuk penyelesaiannya. Dilakukan pada triwulan III dan IV ini,” kata Johan.
Jenis resiko berikutnya adalah terkait dengan pemeliharaan aplikasi SPBE. Menurut Johan, penganggaran pemeliharaan aplikasi ini sangat penting. “Rata-rata di OPD yang memiliki aplikasi SPBE sudah tidak lagi menganggarkan pemeliharaan. Padahal perlu adanya updating pemrograman yang ada agar layanan yang dijalankan dengan aplikasi SPBE itu bisa berjalan baik. Mitigasi resikonya adalah dengan penganggaran untuk pemeliharaan dengan tenaga informatika,” jelasnya.
Jenis resiko lain terkait infrastruktur jaringan adalah adanya wilayah di Kab. Bojonegoro yang masih blankspot, tidak ada jaringan telekomunikasi. Mitigasinya adalah pembangunan jaringan berbasis wireless radio, dimana di Bojonegoro untuk jaringan kecamatan dan desa mayoritas menggunakan jaringan wireless.
Selanjutnya masuk pada sub sistem pengelolaan informasi komunikasi dan aspirasi publik serta kualitas informasi daerah. “Jenis resiko yang ada terkait pengendalian PPID OPD, Desa/kelurahan, dimana harus mengunggah secara aktif DIP. Hal ini berdampak pada pelayanan permohonan informasi menjadi tidak terfasilitasi dengan baik. Penanganannnya adalah melalui sosialisasi, pendampingan, pengelolaan website secara terintegrasi, dan pendampingan untuk peningkatan partisipasi dalam teknologi informasi dan komunikasi. Jadwal implementasi pada triwulan II, III, dan IV,” lanjut Johan.
Pemaparan tabel menajemen resiko tersebut berpedoman pada materi yang telah disampaikan Budi Triswanto, ST, MM (Kabid Sistem Informasi dan Tata Kelola Data Badan Standarisasi Nasional (BSN). Budi Triswanto sebelumnya telah menjelaskan bahwa proses manajemen resiko di SPBE basisnya dari beberapa tahapan. "Ada komunikasi dan konsultasi, penetapan konteks, penilaian resiko, semua itu harus dicatat dan dilaporkan dan itu harus selalu dipantau dan direview.
Budi Triswanto dengan gamblang menjelaskan dalam bentuk flowchart, dengan alur : Dimulai dari Komunikasi dan Konsultansi - Penetapan Konteks Risiko SPBE - Identifikasi Risiko SPBE - Analisa Risiko SPBE - Evaluasi Risiko SPBE - Penanganan Risiko - Pencatatan dan Pelaporan - Pemantauan dan Reviu - dan kembali ke Komunikasi dan Konsultansi.
Budi Triswanto juga telah menjelaskan bahwa untuk mengidentifikasi dengan siapa kita harus melakukan komunikasi, pertama kita harus identifikasi siapa pemangku kepentingan yang akan diajak koordinasi untuk mendapatkan gambaran apa yang mereka inginkan dan yang mereka butuhkan. Itu harus kita komunikasikan terlebih dahulu. “Metode bisa dengan rakor, FGD atau melalui kuesioner untuk mendapatkan feedback terhadap manrisk dalam SPBE,” terangnya.
Sementara itu dijelaskan pula dalam Penetapan Konteks Resiko yang harus dilakukan terdapat alur yang meliputi : Inventarisasi Informasi Umum - Identifikasi Sasaran SPBE - Penentuan Struktur Pelaksana SPBE - Identifikasi Pemangku Kepentingan - Identifikasi Peraturan Perundang-undangan - Penetapan Kategori Risiko SPBE - Penetapan Area Dampak SPBE - Matriks Analisa Risiko SPBE dan Level Risiko SPBE - Selera Risiko SPBE. (Nuty/Dinkominfo)
Sangat Puas
75 % |
Puas
6 % |
Cukup Puas
6 % |
Tidak Puas
13 % |