Terpilihnya Kabupaten Bojonegoro dalam 25 Kabupaten/Kota pada Gerakan Menuju 100 Smart City nampaknya benar-benar semakin memperkuat kepercayaan dan antusias Dinas Kominfo daerah lain sebagai tujuan studi tiru dan belajar. Akhir tahun 2017 inipun, dari Provinsi Jawa Tengah yaitu dari Dinas Kominfo Kabupaten Sukoharjo yang berjumlah 6 orang berkunjung ke Dinas Kominfo Bojonegoro, Selasa 12 Desember 2017 untuk belajar tentang Smart City.

       Sebagai Kabupaten yang terpilih dalam Gerakan Menuju 100 Smart City pada 15 Nopember 2017 lalu Bojonegoro juga telah menerima awards tingkat nasional. 25 Kabupaten/Kota tersebut dipilih berdasarkan assesmen kesiapan daerah menuju smart city antara lain infrastruktur, SDM, regulasi/tata kelola dan inovasi yang menjadikan pelayanan masyarakat lebih baik. Menilik apa yang telah disampaikan Bupati Bojonegoro (DR. H. Suyoto, M.Si) saat itu, bahwa Smart City adalah output dari smart government, dan smart government adalah hasil dari smart people. Menurut Kang Yoto, dikatakan smart apabila mampu dengan cepat mengetahui masalah rakyat, dengan cepat memberi solusi, dan terus belajar bersama untuk melaksanakan solusi tersebut secara berkelanjutan.

       Mengawali penerimaan studi tiru tersebut, Kepala Dinas Kominfo Bojonegoro Kusnandaka Tjatur P menyampaikan gambaran singkat struktur organisasi yang sejak dulu sudah berbentuk dinas, dan se Jawa Timur saat itu hanya ada tujuh daerah yang Kominfonya berbentuk dinas. Kusnandaka menyampaikan bahwa saat dirinya masuk ke Dinas Kominfo tahun 2013 ada tantangan tersendiri yang mana mindset tentang Kominfo masih mengarah ke penerangan (top-down), ke fungsi kominfo yang menangani IKP (informasi komunikasi publik) dan mengelola e-government.

       Dalam pengembangan aplikasi, Kusnandaka Tjatur menyampaikan bahwa suatu aplikasi dibangun benar-benar harus berdasarkan kebutuhan untuk menyelesaikan suatu persoalan, tidak membeli aplikasi yang jadi. Mengapa muncul aplikasi itu, alurnya harus bagaimana, outputnya seperti apa, dan dari blueprint itu barulah disesuaikan dan dikerjaan oleh tenaga ahli. Rancang detail harus siap sehingga tidak akan terjadi bongkar pasang. Terkait data dan statistik, untuk data sektoral baru akan ditangani secara penuh mulai tahun 2018, dengan mengumpulkan semua data yang dikelola masing-masing SKPD untuk kemudian dicreate menjadi satu data, nantinya proses inputing dari tingkat desa memakai satu sistem untuk diproses dan munculnya pada masing-masing SKPD dan para pihak.

       Selanjutnya Kusnandaka menjelaskan terkait informasi komunikasi publik (IKP) untuk penanganan sumberdaya komunikasi publik tidak hanya menangani SDM yang ada pemerintah daerah tetapi justru menekankan pada peningkatan SDM masyarakat karena kalau kita akan melakukan tata kelola e-gov secara murni tapi kalau masyarakatnya tidak paham IT maka alat yang akan kita berikan muspro (sia-sia). “Apa bentuknya, yaitu adanya KIM berbasis IT, dan ini tidak sendiri namun disoundingkan dengan PKK, dan kedepan dengan Karang Taruna, dengan target satu desa satu KIM, yang semua berbasis IT (memiliki website), dan berjualan informasi”, terang Kusnandaka.

       Dinas Kominfo core-nya adalah informasi, maka semua informasi dari berbagai saluran (media cetak, radio, lapor, medsos, SMS, PPID) diolah menjadi opini publik, menggali informasi untuk diolah menjadi informasi lagi. Jadi semua isu-isu yang ada dalam mekanisme itu diolah dan setiap minggunya menjadi isu strategis, untuk kemudian diolah lagi menjadi pemberitaan-pemberitaan cetak/online, baliho, topik bahasan dengan narasumber SKPD terkait pada Dialog Interaktif dan dalam acara radio Malowopati FM, Ayo Mas Bro. Perumusan isu-isu strategis itu juga dimasukkan dalam usulan musrenbang dan menjadi masukan di tim anggaran sehingga SKPD dalam meyusun anggaran harus mampu menyelesaikan isu-isu strategis tersebut. “Money follow problem, bukan money follow program”, terang Kusnandaka.

       Lebih lanjut Kusnandaka menjelaskan tentang pengelolaan aduan dan aspirasi publik yang telah ikut membawa Bojonegoro menjadi wakil Indonesia dalam kancah dunia yaitu Open Government Partnership. Dalam hal ini sistem yang dipakai oleh Pemkab Bojonegoro sejak awal adalah LAPOR!, yang dalam perkembangannya semua aduan dari berbagai saluran diintegrasikan ke dalam LAPOR! menjadi SIAP LAPOR. Penerapan LAPOR yang memiliki mekanisme penanganan berdasar waktu tersebut dievaluasi setiap jumat di kegiatan manajemen reviu yang langsung dipimpin oleh Bupati Bojonegoro. Jika SKPD mendapat warna merah maka akan langsung diberi sanksi moral oleh Bupati Bojonegoro, kenapa tidak ditindaklanjuti. “Apappun tool yang dipakai untuk menangani pengaduan jika tidak ditindaklanjuti akan menjadi tempat sampah”, tegas Kusnandaka. (Nuty/Dinkominfo)


By Admin
Dibuat tanggal 15-12-2017
338 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
79 %
Puas
7 %
Cukup Puas
0 %
Tidak Puas
14 %