Ibu Bupati Bojonegoro, DR. Hj. Anna Mu’awanah menjadi salah satu narasumber dalam Webinar (web seminar) bertema “Kendali Penanganan Covid-19: Milik Pusat Atau Daerah?”, Rabu (20/05/2020). Seminar daring yang diprakarsai oleh Komnas HAM berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil CISDI (Center For Indonesia’s Strategic Development Initiatives) tersebut diikuti Ibu Bupati Bojonegoro melalui video conference (vicon) dari Pendopo Malowopati Bojonegoro. Beliau didampingi Kapolres, Kajari, Dandim 0813 Bojonegoro, Ibu Sekda, Asisten Setda, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Kominfo, Dinas Perhubungan, beberapa kepala OPD terkait lainnya serta beberapa dari kalangan media.

Beberapa tokoh lain yang hadir sebagai narasumber dalam webinar tersebut antara lain : Beka Ulung Hapsara (Komisioner HAM), Robert Na Endi Jaweng (Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah), Budi Setyarso (Pimred Koran Tempo-bertindak sebagai moderator), Diah Saminarsih (Senior Advisor On Gender And Youth WHO), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Nihayatul Wafiroh (Wakil Ketua Komisi IX DPR-RI), Akmal Taher (Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19), serta tim dari CISDI.

Mengawali webinar, Budi Setyarso mengemukakan berbagai isu dan kondisi bahwa dalam perkembangan penanganan covid-19 Presiden RI memberikan kewenangan kepada Menteri Kesehatan untuk menyetujui atau menolak daerah yang mengajukan PSBB. “Pada saat yang hampir sama Presiden RI menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional dan membentuk gugus tugas percepatan penanggulangan covid-19 dibawah kendali kepala BNPB. Kemudian juga pemda membuat struktur yang hampir sama. Nanti kita akan bahas apakah struktur yang menempatkan BNPB dan Kemenkes secara terpisah ini membuat koordinasi yang mulus atau sebaliknya rumit di lapangan. Cukup banyak kesimpangsiuran kebijakan diantara pemerintah pusat, juga antara pemerintah pusat dengan daerah”, ungkapnya.

Dalam kesempatan webinar tersebut, Ibu Bupati Bojonegoro menyampaikan bahwa penerapan desentralisasi untuk kasus covid-19 di tingkat kabupaten tentunya berbeda misal di tingkat nasional. “Kami begitu tahu cepat sekali,  tanggal 6 Maret 2020 kami sosialisasi, tanggal 17 Maret 2020 kami sudah membentuk gugus tugas berbasis desa. Jadi makna desentralisasi yang Pemkab terjemahkan yaitu bagaimana melibatkan dari RT, RW, Dusun sampai desa. Tidak lama setelah itu, kami persiapkan shelter-shelter di 419 desa sebagai tempat isolasi. Pemkab Bojonegoro menguatkan kegotongroyongan gugus tugas kabupaten (melibatkan TNI, POLRI, Kejaksaan), gugus tugas kecamatan, gugus tugas desa (sampai bidan desa dan sebagainya). Oleh sebab itu makna desentralisasi yang kami lakukan sangat cukup efektif”, terang Beliau.

Hal kedua yang Beliau sampaikan bahwa Pemkab Bojonegoro tidak menerapkan PSBB karena hal itu sesuatu yang tidak mudah. “Tetapi tanpa kami menerapkan PSBB, Pemkab Bojonegoro telah menerapkan pengetatan yang benar-benar dirasakan warga. “Begitu di pasar tradisional kami menemukan yang positif kemudian MD, kami melakukan tracking sehingga cepat memutus mata rantai. Maka per hari ini di Kab. Bojonegoro ada 11 pasar kecamatan dan 70 pasar desa masuk list untuk kami melakukan tracking. Hasil tracking, kami menghitung rasio, jika 25% yang ditracking reaktif kemudian kami menyiapkan shelter-shelter untuk isolasi. Pemprov Jatim juga telah memberikan perhatian kepada RSUD Sosodoro Bojonegoro sehingga bisa melakukan tes PCR atau swab. Dan hari ini Pemkab Bojonegoro lebih cepat untuk penanganannya”, kata Bu Anna.

Pemkab Bojonegoro juga saling berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan kabupaten Blora, Ngawi, Nganjuk, Lamongan dan Tuban dalam hal tracking. “Kami melihat penyebaran, penanganan, memutus mata rantai, ini berbasis dari desa. Jadi kami sering komunikasi dengan Kades dari masing-masing kecamatan. Selain Social Distancing dan Physical Distancing kami juga melakukan social control, himbauan terus menerus kepada warga untuk tetap menjalankan protokol kesehatan dan menerapkan PHBS. Kami lakukan pengetatan jam malam (21.00 s/d 06.00 WIB) untuk mengurangi kerumunan. Saat ini data warga Bojonegoro yang masuk kategori OTG sebanyak 364, ODP sebanyak 225, dan positif Covid-19 ada 30 orang, meninggal 5 orang, dan sembuh 2 orang. Sembuh itu sebenarnya sebagian besar karena kita menunggu hasil swab, jadi kondisi sehat. Baru 2 hari ini RSUD Sosodoro Bojonegoro diperkenankan (mendapat bantuan) untuk melakukan swab”, lanjut Beliau.

Meskipun berbagai strategi percepatan penanganan covid-19 telah dilakukan, Ibu Bupati Bojonegoro mengungkapkan masih terdapat kendala diantaranya terkait tingkat kesadaran masyarakat. Kemudian waktu, sampai kapan ini akan berakhir, karena sudah 2 bulan lebih bekerja keras maka akan ada kelelahan-kelelahan di tingkat bawah. “Namun demikian kami mengedepankan kegotongroyongan, termasuk himbauan social control terus menerus melalui media sosial. Dinamika pasti ada, mari kita hadapi covid-19 ini dengan riang gembira dan serius, itu saja kuncinya”, tandas Ibu Bupati Anna.

Sementara itu Diah Saminarsih, Senior Advisor on Gender and Youth WHO menyampaikan bahwa ini pengalaman berharga bagi WHO. Pasalnya banyak ilmu yang didapat dari pimpinan daerah dalam penentuan pengambilan kebijakan di tengah pandemi Covid-19 ini, strategi masing-masing berbeda. “Yang harus kita lihat memang tujuan besarnya adalah mengcontain virusnya, memitigasi dampaknya dan membatasi sebisa mungkin pergerakan orang agar virus tidak semakin menyebar. Bagaimana mengcontainnya harus dikenali pemerintah di masing-masing negara sampai level komunitas akan berbeda-beda. Makanya sangat sulit bagi WHO untuk membuat technical guidance yang sangat komprehensif karena konstruksi sosial tidak boleh hilang dari ini”, terangnya.

Selain itu untuk strategi di Bojonegoro, Ibu Bupati juga menghimbau kepada seluruh warga Bojonegoro untuk dapat melaksanakan Shalat Idul Fitri di lingkungan keluarga masing-masing, dan sebaiknya tradisi silaturohim ke tetangga dilaksanakan secara virtual sesuai anjuran Pemerintah Pusat. Terkait pembagian zakat fitrah yang biasanya antri dan terjadi kerumunan, Kapolres Bojonegoro Budi Hendrawan juga meminta agar sebaiknya disentralkan di titik-titik tertentu dan dibagikan secara door to door langsung ke rumah penerima. Dan menjelang malam takbiran beliau menghimbau agar seluruh warga tidak melaksanakan takbir keliling, dapat dilaksanakan di rumah masing-masing, tim Polres bersama pihak terkait akan melakukan patroli di semua wilayah.

Menutup webinar, Budi Setyarso memberikan beberapa catatan bahwa kesehatan merupakan satu hak mendasar yang merupakan hak asasi manusia sehingga harus menjadi tujuan bersama, harus betul-betul menjadi prioritas. “Dalam kaitan ini beberap hal yang mungkin dilakukan untuk sedikit mempertimbangkan ekonomi dengan penjagaan-penjagaan sesuai standar. Musibah ini harus bisa menjadi momentum untuk memperbaiki sistem kesehatan kita, momentum kegotongroyongan, melupakan kepentingan-kepentingan politik. Dan juga hak atas kesehatan merupakan tuntutan global internasional yang harus dilakukan di semua tempat. Ini adalah gotong-royong bagi kita semua, semua saling menguatkan, leadership dibenahi, sistem dibenahi dan itu akan memudahkan kita melewati masa-masa sulit ini.”, pungkasnya. (Nuty/Dinkominfo)


By Admin
Dibuat tanggal 21-05-2020
207 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
79 %
Puas
7 %
Cukup Puas
0 %
Tidak Puas
14 %