Pemerintah itu dibuat oleh rakyat, diberi kewenangan untuk mengatur karena kalau tidak diatur, tidak dikasih pemerintah maka akan repot hidupnya, jadi bosnya tetap rakyat bukan bupati, juga bukan kepala SKPD, dia ini suruhan, yang nyuruh rakyat. Wakil rakyat biasanya yang rundingan, membuat keputusan supaya dilaksanakan maka namanya Eksekutif. Kalau yang tukang bikin aturan namanya legeslatif atau legeslator. Kegunaannya adalah seperti itu, dibuatlah forum, ada warga ada eksekutif, biasanya jika kita ada keperluan untuk merubah aturan, akan dibuat ke legeslatif. Demikian beberapa kalimat mendasar yang disampaikan oleh Bupati Bojonegoro Drs. H. Suyoto, M.Si (Kang Yoto) pada sesi akhir Dialog Interaktif Edisi ke 212, Jum’at 26 Januari 2018 yang juga disiarkan secara langsung melalui radio Malowopati FM dan dipublikasikan melalui media youtube.

       Hal tersebut disampaikan oleh Kang Yoto untuk memberikan pemahaman mendasar sehubungan dengan pertanyaan dari ibu-ibu PKL (pedagang kaki lima) bahwa tugas Satpol PP (Kepala Satpol PP) adalah melaksanakan Peraturan Daerah (Perda), selama Perda belum dirubah maka cara Satpol PP menanggapi berbagai aduan dari masyarakat akan selalu dengan penuh ketegasan, untuk menegakkan Perda. Kang Yoto juga mengatakan bahwa ada yang lain yang tidak bertindak seperti Satpol PP, yaitu Dinas Koperasi dan Usaha Mikro yang tugasnya mendampingi ibu-ibu dan bapak-bapak yang jualan, yang punya usaha supaya dalam berjualan tidak mengganggu yang lain, hak-hak publik tidak terganggu.

       Kang Yoto memerintahkan kepada Kepala Satpol PP (Achmad Gunawan) dan Kepala Koperasi dan UM (Elzadeba Agustina) agar mengadakan pertemuan dengan PKL supaya merundingkan keperluan publik terkait trotoar (berjualan di trotoar) itu tetap bisa jalan tetapi ada diskresi, Bupati menyalahi Perda dan sebenarnya dengan diskresi, Bupati dapat disalahkan DPRD karena menyalahi/membijaksanai Perda. “Tapi nggak papa, memang salah toh rakyatnya memerlukan, makanya kemarin dulu dari tidak boleh sama sekali, kemudian dibolehkan jam 16.00 WIB – 24.00 dan jam 04.00 - 08.00, itu kalau Perda tadinya tidak boleh sama sekali”, terang Kang Yoto. Melanjutkan arahannya, Kang Yoto mengatakan bahwa terkait berjualan di trotoar dalam surat Satpol PP sebenarnya juga tidak dilarang, tidak disuruh meninggalkan, tetapi diatur jualannya sesuai dengan jam yang masih dibijaksanai oleh Kang Yoto, walaupun menurut Perda kebijaksanaan Kang Yoto itu salah, tapi Kang Yoto memiliki pertimbangan lain karena punya rakyat yang ibu-ibu, yang hidupnya juga hanya dari itu dan sudah lama bergantung dari hal itu. Jadi sebenarnya PKL tidak disuruh pergi tetapi jam untuk berjualan diatur. Kang Yoto juga memerintahkan kepada kepala Satpol PP untuk ultimatumnya tidak hanya tujuh hari tetapi tujuh hari kali dua, agar ada perundingan terlebih dahulu, memberi kesempatan kepada Dinas Koperasi dan UM untuk memberikan pembinaan sehingga mendapat solusi terbaik.

       Selanjutnya menanggapi permasalahan tentang hasil seleksi perangkat desa yang dikaitkan dengan belum adanya keputusan dan belum selesainya permasalahan sampai dengan berakhirnya masa kepemimpinan Bupati, Kang Yoto menjelaskan bahwa beliau tidak bisa semaunya sendiri, juga terikat dengan peraturan perundang-undangan. Bahwa kalau ada kepala desa yang tidak melaksanakan secara konsekuen peraturan daerah dan peraturan desa maka ada tahapannya yaitu peringatan satu, dua, dan tiga  yang jaraknya pun sudah diatur. “Kalau ternyata dalam peringatan ketiga Kang Yoto sudah berakhir, percayalah siapapun pengganti Kang Yoto pasti akan meneruskan, karena pengganti Kang Yoto pun diikat oleh sumpah jabatan, jadi bukan semau-maunya, semua ada mekanisme dan ada prosesnya”, jelas Kang Yoto. Kang Yoto juga telah menegaskan saat ditanya oleh kalangan media bahwa setelah peringatan satu, dua, dan tiga tidak diindahkan maka nanti Inspektur akan melakukan pemeriksaan dan bila hal itu benar-benar dianggap sebagai pelanggaran berat maka dapat diberikan sanksi pemberhentian, mekanisme sudah jelas.

       Berikutnya menanggapi permasalahan terkait sertifikat tanah lama dan baru dari Sdr. Musafak, Kang Yoto menjelaskan bahwa beliau yakin kalau tanah itu tetap, namun jika angka-angkanya beda-beda itu mungkin saja dan hal tersebut bukang kewenangan Kang Yoto namun kewenangan BPN. Kang Yoto juga berencana sebelum beliau resmi berakhir masa jabatan 12 Maret 2018, pada hari sabtu 7 Maret 2017 (malam minggu) akan memberikan last lecture semacam kuliah terakhir, pidato terakhir sebagai Bupati, dan orang lain juga dapat menyampaikan pidato pendek pelajaran bersama-sama, pelajaran berhasil, pelajaran gagal bareng-bareng. “Hidup itu selalu ada masalah, sampai yaumil kiamah tetap akan ada masalah, dan karena masalah terus ada maka Dialog Interaktif terus tetap ada supaya belajarnya tidak habis-habis”, sambung Kang Yoto.

       Menanggapi permasalahan kebutuhan listrik di daerah Wonocolo Kang Yoto menyampaikan jika pihak PLN tidak bisa mencukupi maka akan dibantu namun memang harus secara bertahap. “Memang itu unik dan antiknya Bojonegoro, jika diluar negeri biasanya tata ruang dibuat terlebih dahulu manusia baru datang, ada listrik ada jalan baru manusianya datang. Kalau Bojonegoro, menungsone teko nang tengah alas, teko sak nggon-nggon, lagek tata ruange digawe, infrastruktur digawe. Makanya jika kita pergi ke Belanda, Inggris semua terlihat tertata rapi karena memang dirancang dahulu baru manusia pindah bertahap. Oleh karena itu perencanaan spasial tata ruang di Bojonegoro pasti sangat berbeda dengan kota lain karena keunikan dari sejarah Bojonegoro”, pungkas Kang Yoto. (Nuty/Dinkominfo)


By Admin
Dibuat tanggal 28-01-2018
398 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
74 %
Puas
11 %
Cukup Puas
5 %
Tidak Puas
11 %