Kasus korupsi terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pada Tahun 2016 ada sekitar 41 persen, dari jumlah korupsi yang ditangani. Sedangkan tahun 2017 ada sekitar 42 persen kasus korupsi terkait PBJ. Jumlah tersangka yang bertanggung jawab dalam PBJ berkurang dari tahun 2016 ke tahun 2017. Nilai kerugian negara akibat korupsi PBJ meningkat dari tahun 2016 ke tahun 2017. Salah satu kasusnya yaitu pengadaan helikopter AW-101 yang disidik oleh Pusat Polisi Militer TNI (Puspom TNI) dengan nilai kerugian negara sekitar Rp 220 miliar. Tahun 2018, dari Bulan Januari s/d Awal februari 2018 sudah ada sekitar 6 Bupati dan 1 Gubernur yang terkena OTT KPK. Beberapa hal tersebut disampaikan oleh Direktur Bojonegoro Institute (BI) Saiful Huda kepada admin/operator aplikasi Open Data Kontrak semua SKPD pada Rapat Koordinasi dan Bimbingan Teknis pengelolaan Aplikasi Open Data Kontrak, Kamis 22 Maret 2018 di ruang partnership gedung Pemkab Bojonegoro lantai 4.
Saiful Huda yang akrab dipanggil Awe itu menjelaskan mengapa perlu KETERBUKAAN dalam pengadaan Barang dan Jasa. Keterbukaan akan mencegah penipuan & korupsi, mewujudkan kompetisi yang sehat antar penyedia barang dan jasa, mendorong efisiensi belanja, menjaga proyek dapat berjalan baik, meningkatkan kualitas pelayanan publik (sektor pengadaan barang & jasa) dan public trust. Oleh karenanya Bojonegoro Institute memberikan dukungan penuh dalam mewujudkan Bojonegoro Open System (BOS) sebagai sistem informasi keterbukaan dari semua tahapan proses pengadaan barang & jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten bojonegoro yang berbasis OCDS.
Awe juga menyampaikan, agar kebijakan keterbukaan pengadaan barang dan jasa (Open Dokumen Kontrak) dapat berjalan maksimal maka yang diperlukan adalah :
Lebih lanjut Awe juga menjelaskan pentingnya peran masyarakat dalam penerapan BOS antara lain :
(Nuty/Dinkominfo)
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sangat Puas
74 % |
Puas
11 % |
Cukup Puas
5 % |
Tidak Puas
11 % |