Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Bojonegoro (Bakorwil II) menggelar Rapat Koordinasi Manajemen Isu Publik Tahun 2020, Kamis (12/03/2020) di ruang pertemuan Bakorwil II Bojonegoro. Rakor dihadiri dari unsur Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jatim dan diikuti pengelola media sosial dan pejabat yang membidangi komunikasi publik dari Dinas Kominfo Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban, Kota Mojokerto, Kab. Mojokerto, Kota Kediri, Kab. Kediri, Kab. Jombang, dan Kab. Lamongan.
Latar belakang rakor bahwa pemerintah memiliki potensi yang besar sebagai sumber utama pemberitaan media. Oleh karena itu pemerintah perlu menyusun sebuah agenda setting dengan cara mengelola manajemen isu. Bagaimana agar pemberitaan media terkait program-program dan keberhasilan program pemerintah dapat mendorong peran dan hubungan masyarakat maka perlu disusun agenda setting. Kemampuan untuk menciptakan agenda setting inilah yang hendaknya dijalankan oleh pemerintah. Dengan demikian jika pemerintah mampu memilah dan memilih informasi yang akan disampaikan kepada media, pemerintah sesungguhnya telah memulai untuk melaksanakan fungsi agenda setting.
Dasar pelaksanaan rakor tersebut adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, Perda Jatim Nomor 14 tahun 2019 tentang APBD Provinsi Jatim TA 2020, Peraturan Gubernur Jatim Nomor 95 Tahun 2019. Bertindak sebagai narasumber, Awang Setiawan, MA dari Universitas Negeri Surabaya.
Kepala Bakorwil II Bojonegoro, DR. Ir. Dyah Wahyu Ermawati, MA membuka rakor menyampaikan apresiasi kepada Dinas Kominfo Prov Jatim krena telah tepat memilih bakorwil II Bojonegoro, karena di Bojonegoro banyak sekali talenta muda yang memiliki kemampuan menulis berita dan influencer. “Memiliki kemampuan untuk mempublikasikan informasi keluar. Kami harap Dinas Kominfo mampu memanage isu-isu yang sekiranya mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat di lingkup wilayah kerjanya. Untuk kondisi di Bojonegoro perlu cara pengendalian berita hoax”, tuturnya.
Sementara itu narasumber Awang Setiawan menyampaikan bahwa di masyarakat yang paling sensitif adalah identitas ras, etnis. “Sebenarnya adalah hal itu, dipermainkan pula oleh kerja-kerja speech negatif dari buzzer untuk berbagai kepentingan sehingga masyarakat panik, cemas dan akhirnya terjadi distrust (ada ketidakpercayaan) terhadap pemerintah. Padahal banyak sekali kerja-kerja pemerintah yang positif akhirnya juga sulit mendapat kepercayaan, dan ini semua wilayah komunikasi publik. Dalam komunikasi pesan itu riversible, jika pesan disampaikan begitu nanti kesalahan diklarifikasi itu nanti sulit ditarik kembali, karena ada efek disitu”, ungkapnya.
Lebih lanjut Awang menekankan agar pemerintah mendesain agenda setting media yang mana membutuhkan kerja keras, agenda setting harus masiv. Jadi tidak hanya digital yang bermain, pertama narasinya harus kuat. Jadi jika Dinas Kominfo hanya memiliki satu media sosial (medsos) itu kurang untuk agenda setting media. Jadi Kominfo harus punya kekuatan yang bisa mempengaruhi media massa, radio, televisi, dan media cetak untuk mengungkitnya.
“ Otomatis statemen-statemen yang dikeluarkan kepala negara, gubernur, bupati itu yang ditunggu-tunggu oleh media. Itu bisa menjadi agenda setting karena nilai beritanya begitu tinggi. Itu bisa dijadikan manfaat agenda setting, medsos di-buzz, membahas tentang bagaimana kerja pemerintah untuk menyikapi krisis berat (seperti corona), lalu media-media cetak dan penyiaran dan cetaknya itu akan mengikuti apa yang akan dilakukan oleh pemerintah. Karena agenda setting media efeknya akan ke agenda publik”, tandasnya. (Nuty/Dinkominfo)
Sangat Puas
75 % |
Puas
6 % |
Cukup Puas
6 % |
Tidak Puas
13 % |