Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro menyelenggarakan Seminar Laporan Akhir terkait Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan, Kabupaten dan Index Williamson Kab. Bojonegoro Tahun 2020, Senin (23/11/2020) bertempat di ruang Angling Darmo Pemkab. Seminar dimoderatori Sekretaris Bappeda dan diikuti oleh perwakilan 28 kecamatan, beberapa OPD terkait dan tim konsultan penyusunan PDRD.
Sekretaris Bappeda Biyanto, SE, M.AP berharap kepada peserta agar melalui seminar ini dapat memberikan saran, masukan, koreksi yang dirasa perlu. “Mungkin perlu mereviu kembali dasar-dasar perhitungan dalam memperoleh angka-angka PDRB. “Ada beberapa hal yang memerlukan penjelasan detail. Misalnya di wilayah kecamatan Tambakrejo, dimana PDRD atas dasar harga berlakunya tertinggi. Memnag disana ada aktivitas migas, tetapi saya pikir data yang dikumpulkan konsultan akan sangat mempengaruhi hasil perhitungan akhir,” terangnya.
Lebih lanjut Biyanto menyampaikan ada beberapa catatan yang perlu penjelasan. Apakah data ini merupakan angka yang akan menunjukkan kemajuan ekonomi kabupaten dan kecamatan, benar-benar bisa dipertanggungjawabkan dalam rangka menghitung kemajuan Kab. Bojonegoro dan menilai ketimpangan. “Kita perlu merieviu kembali dan agar konsultan menyampaikan argumennya, apakah memang ketika data yang dikumpulkan itu kemudian kita detailkan, apa memang data lengkap ataukah kita punya sumber lain bahwa wilayah tersebut memiliki tingkat kemajuan yang lebih berarti daripada yang ditampilkan pada data saat ini,” ungkapnya.
Contoh lain seperti antara Kecamatan Sumberrejo dibanding Balen, dari data menunjukkan lebih besar Balen. Padahal potensi ekonomi pada pasar Sumberrejo jika dilihat lebih ramai daripada pasar Bojonegoro. Tapi angka yang diperoleh menunjukkan Balen lebih tinggi meskipun tidak ada pusat kegiatan ekonnomi produktif. Justru ditampilkan Balen memiliki PDRD diatas Sumberrejo. Lebih detail agar melihat kecamatan masing-masing, kegiatan ekonomi apa saja yang dapat memberikan nilai positif dan memberikan nilai tambah sehingga perhitungan ini benar-benar bagus dan mencerminkan pertumbuhan ekonomi di wilayah masing-masing.
Sementara itu tim dari konsultan menyampaikan hasil sementara penyusunan PDRB Kecamatan berdasarkan lapangan usaha. Sebelumnya mereka terlebih dahulu menyampaikan penjelasan bagaimana cara menyusun PDRB atau nilai tambah ekonomi suatu daerah. “Yang pertama, PDRB itu adalah nilai tambah, jadi bukan hanya sekedar produksi. PDRB dihasilkan dari sektor ekonomi yang ada di dalam suatu wilayah. Dan perhitungannya adalah nilai tambah yang dihasilkan pada tahun yang bersangkutan, jadi bukan akumulatif. Kenapa harus disatukan, agar bisa dilihat seberapa besar pertumbuhan dari tahun ke tahun. Jadi kalau kita menghitung PDRB tahun 2019, beberapa yang sudah dihasilkan tahun 2018 tidak dihitung,” terangnya.
Lebih lanjut tim konsultan menjelaskan, karena yang dihitung adalah nilai tambah maka yang dihitung dalam penyusunan ini adalah hanya yang memiliki nilai pasar. Yang tidak memiliki nilai pasar tidak ditentukan dalam perhitungan nilai tambah. “Jadi yang dihitung adalah hanya hasil produksi tahun bersangkutan, sehingga bisa diketahui angka perkembangan ekonomi tahun ke tahun. Apapun yang terjadi di tahun 2018 tidak bisa kita perhitungkan. Yang tidak punya nilai pasar tidak diperhitungkan dalam PDRB. Oleh karena itu beberapa hal ada beberapa hal yang tidak terdapat di wilayah tersebut untuk beberapa kategori lapangan usaha,” tandasnya.
Lapangan usaha yang dipertimbangkan dalam hal ini mengikuti standar BPS yaitu KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). Standar baku KBLI ini meliputi 17 sektor. “Kami menggunakan standar itu agar tidak menyimpang aturan baku yang dipakai BPS. Lapangan usaha dalam KBLI tersebut meliputi 51 KBLI. Kira-kira untuk sector 1- 17 yang ada di tiap kecamatan, kita cari datanya. Bulan lalu kami sudah melaporkan hasil perhitungan, namun karena hasil waktu itu masih banyak belum terisi kuisionernya maka kami lakukan re-survey dengan harapan agar lebih komprehensif data yang diisi petugas statistik kecamatan. Dari sini kami kemudian tetap mencari data lainnya dari data Kecamatan Dalam Angka (KDA), Bojonegoro Dalam Angka (BDA). Kami juga menggunakan peta toko mini dari RT RW di Bojonegoro, juga my maps, kami telusuri satu-persatu untuk beberapa kategori lapangan usaha yang tidak terdeksi di KDA maupun BDA,” tegasnya.
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sangat Puas
75 % |
Puas
10 % |
Cukup Puas
5 % |
Tidak Puas
10 % |