Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro terus berupaya mengedukasi masyarakat melalui berbagai saluran media utamanya dalam menjalani Adaptasi Kebiasaan Baru dalam masa pandemi covid-19. Kali ini Malowopati FM melalui program siar unggulan Dialog Interaktif edisi Jum’at (24/07/2020) hadir bersama Pusat Pelayanan Terpadu Pelindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bojonegoro (Ulya Rahmatullafa, M.Psi) dan Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak di Jawa Timur (Bekti Prastiyani), berdialog dengan masyarakat Bojonegoro melalui tema “Anak Terlindungi Indonesia Maju”.
Edisi kali ini dipandu penyiar Nasruli Chusna dan dapat diikuti secara live streaming facebook dengan nama akun ‘mitra malowopati’ dan streaming radio di ‘www.radiomalowopati.online’. Line interaktif untuk Mitra Setia Malowopati juga disediakan melalui nomor WhatsApp nomor 08113322958.
Bekti Prastiyani, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak di Jawa Timur menekankan bahwa mindset yang pertama kali harus kita tanamkan adalah ‘ayo selamatkan anak-anak kita’. ”Melalui apa saja, prioritas kesehatan anak. Bagaimana orang tua sadar apa yang harus dilakukan dan disiapkan untuk membangun budaya ini untuk anak-anak, orang tua sebagai contoh. Setiap anak adalah peniru ulung. Orang tua harus benar-benar memiliki kesadaran apa arti kesehatan, benar-benar berperilaku seperti yang diharapkan pada protokoler kesehatan, sehingga anak-anak ikut mencontoh PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) tersebut. Itu yang perlu digaris bawahi, cetak tebal dan huruf miring,” tandasnya.
Bekti Prastiyani mengingatkan, dalam menyikapi kurangnya kesadaran masyarakat dalam situasi pandemi ini, maka kita harus kembali ke budaya gotong royong. “Misalkan dari 20 atau 10 rumah yang paham itu 1 rumah maka harus mengajak yang 19 atau 9 rumah ini untuk kemudian bersama-sama sadar, bahwa ini adalah perjuangan bersama, sadar akan sebuah keadaan pandemi. Diharapkan media radio untuk sering mengingatkan masyarakat,” terangnya.
Ulya Rahmatullafa dari P2TP2A ikut menegaskan jika ingin mengubah sesuatu harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri. “Bagaimana kita memandang diri sendiri, bagaimana kita berkomitmen dengan diri kita sendiri untuk melakukan perubahan-perubahan. Kita harus mampu mempersiapkan dan memiliki kesadaran diri, “tandasnya.
Sementara itu P2TP2A Bojonegoro dalam memberikan edukasi kepada masyarakat Bojonegoro telah merencanakan visitasi-visitasi edukasi di tiap kecamatan dengan tatap muka. Namun ini terkendala pandemi. Sedangkan media webinar dirasa kurang menyentuh banyak lapisan masyarakat, karena tidak semua lapisan dapat mengakses gadget. Kedepan telah disiapkan program-program preventif melalui kegiatan parenting di semua kecamatan, terutama yang menyangkut anak.
Lebih lanjut Bekti Prastiyani menyampaikan, dalam menangani masalah kekerasan anak, pihaknya yang bergerak di satuan pendidikan selalu mensosialisasikan Program Sekolah Ramah Anak (SRA). “Bagaimana satuan pendidikan bisa benar-benar memahami hak anak, bisa menjadikan anak-anak senang, nyaman di satuan pendidikan. Berarti jika sekarang belajar di rumah, bagaimana anak bisa nyaman di rumah. Tiga pilar di SRA adalah orang tua, guru dan siswa itu sendiri. Menyikapi adanya kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak, maka edukasi parenting kepada orang tua menjadi hal pokok, maka program ini harus ada di satuan pendidikan. Seperti disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan sesungguhnya dimulai dari rumah,” terangnya.
Menurutnya, jika menilik sisi positif adanya pandemi ini di dunia pendidikan, sesungguhnya bahwa bangsa kita ini kembali kepada ranah pendidikan sesungguhnya. Mendidik anak itu sesungguhnya ranah orang tua sebagai pendidik utama dan pertama, arsitek otak anak.
Menutup dialog interaktif, Bekti Prastiyani berpesan bahwa semua anak adalah anak kita, dan setiap anak sesungguhnya adalah anak kita dimanapun anak-anak itu berada. Jadikanlah kita sebagai orang dewasa, sebagai seorang pembimbing. Kita adalah sahabat dan orang tua bagi anak-anak kita. Sebagai pembimbing, kita adalah jembatan cita-cita anak. Jika sebagai sahabat, kita sebagai orang dewasa harus mampu menjadi pendengar yang baik bagi anak-anak kita. Mampu memberikan hati kepada anak-anak kita sehingga anak-anak kita tidak salah dalam mencari tempat berkeluh kesah. Kemudian yang menjadi orang tua, sesungguhnya tidak ada orang tua satupun tidak mempunyai itikad baik kepada anak-anaknya. Semua orang tua ingin anak-anaknya hebat dan baik. Sehingga dimanapun kita ingin menjadi orang tua berarti kita semua ingin anak Indonesia menjadi baik. Karena tidak ada produk Allah yang gagal, setiap anak hebat di kecerdasannya masing-masing. Dan setiap anak adalah unik di kehebatannya masing-masing. (Nuty/Dinkominfo)
Sangat Puas
75 % |
Puas
6 % |
Cukup Puas
6 % |
Tidak Puas
13 % |