Dialog Publik edisi 105 yang diadakan Jumat (21/8/2015) di Pendopo Kabupaten Bojonegoro menghadirkan nara sumber dari Satpol PP dan Badan Perijinan Kabupaten Bojonegoro. Acara yang dihadiri oleh masyarakat Bojonegoro ini dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bojonegoro sebagai salah satu bentuk dari layanan informasi kepada seluruh masyarakat secara terbuka.
Nara sumber pertama, Arwan selaku kepala Satpol PP Bojonegoro menyampaikan hal-hal yang terkait dengan penertiban penambangan pasir mekanik di sekitar sungai Bengawan Solo yang ada di wilayah Bojonegoro. Arwan menyampaikan “kegiatan usaha penambangan pasir di sungai Bengawan Solo semakin marak sehingga mengancam kelestarian sungai dan bangunan prasarana sumber daya air, sehingga perlu dilakukan penertiban”. Penambangan tanpa ijin atau penambangan liar cenderung dilakukan tidak sesuai dengan aturan sehingga dampak negatif dari penambangan tersebut sangat merugikan masyarakat karena kelestarian alam menjadi rusak.
Kepala Satpol PP menginformasikan kepada masyarakat bahwa ijin pertambangan yang bisa dimiliki adalah Ijin Pertambangan Rakyat (IPR). Syarat atau ketentuan untuk memperoleh IPR adalah harus sudah ditetapkan menjadi eilayah pertambangan rakyat (WPR) yang mana untuk perorangan wilayahnya maksimal I Ha, untuk kelompok maksimal 5 Ha, dan untuk koperai maksimal 10 Ha. Syarat yang kedua adalah tidak menggunakan alat berat atau harus dilakukan secara manual. Bila yang melakukan pengerukan merupakan badan yang tidak bergerak dalam bidang pertambangan maka harus mendapat rekomendasi dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Dinas PU dan Pengairan Jatim serta Perum Jasa Tirta. Syarat yang ketiga adalah membuat master plant dan bila ada kelebihan yang tergali dan ingin menjual, wajib memiliki IUP operasi produksi untuk menjualan yang dilengkapi perjanjian kerja sama dengan pembeli.
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akibat adanya penambangan pasir liar, Kepala Satpol PP juga menyampaikan dampak negatif yang dihasilkan dari penambangan liar yaitu, terjadinya abrasi, hilangnya penahan di aliran sungai, merusak lingkungan sekitar, mangakibatkan banjir, sisi tanggul menjadi longsor, sungai menjadi bertambah lebar akibat penggerusan, dan membahayakan bagi penambang liar itu sendiri. Satpol PP bersama instansi yang berwenang mempunyai kewajiban untuk menertibkan penambang-penambang liar bahkan berhak untuk menyita segala kelengkapan yang berupa peralatan atau surat-surat bila terbukti melanggar undang-undang.
Pada kesempatan yang kedua, Sutomo selaku nara sumber kedua dari Badan Perijinan Kabupaten Bojonegoro manyampaikan bahwa saat ini Bojonegoro sudah banyak perubahan karena sudah banyak bermunculan bermacam-macam usaha. Oleh karena itu Badan Perijinan berkewajiban untuk mensosialisasikan tentang peraturan yang berkaitan tentang cara mendapatkan ijin dalam berbagai bidang. “Ada 47 jenis perijinan, yang ditangani oleh Badan Perijinan Kab. Bojonegoro sebanyak 44 jenis dan 3 lainnyaditangani di tingkat provinsi yaitu ijin pertambangan, ijin pengambilan air bawah tanah, dan ijin listrik non PLN.” Tutur Sutomo.
Lebih lanjut disampaikan oleh Sutomo bahwa “dari 44 jenis perijinan tersebut, hanya 3 yang harus membayar administrasi yaitu ijin IMB, ijin HO, dan ijin trayek. Kami mengharapkan masyarakat bisa datang sendiri dan menghindari calo karena semua formulir sudah disediakan, petugas akan melayani serta menjelaskan segala hal-hal yang berkaitan dengan perijinan dan tidak akan menyulitkan masyarakat”. (Nuty/Rin Dinkominfo)
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sangat Puas
74 % |
Puas
11 % |
Cukup Puas
5 % |
Tidak Puas
11 % |